Selasa, 17 April 2012

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT INDUSTRI TELEKOMUNIKASI INDONESIA (INTI)

A.LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, dunia usaha dan kerja semakin penuh persaingan. Akibatnya semakin banyak pengangguran di kota-kota besar. Seiring dengan berubahnya zaman, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) pun terus membenahi diri mempersiapkan segala konsekuensi menghadapi era ini. Selain itu kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang teknologi telah mengakibatkan menurunnya persentase penggunaan tenaga manusia karena fungsi manusia itu sendiri telah digantikan dengan mesin-mesin industri. Tetapi betapapun sempurnanya peralatan kerja, tanpa adanya tenaga manusia maka perusahaan tidaklah ada artinya.

Allen (As’ad, 1998) mengungkapkan tentang pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri: ”Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi, dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapainya”.

Uraian di atas menunjukkan bahwa faktor manusia, dalam hal ini karyawan, berperan penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya, karyawan yang kepuasan kerjanya rendah cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan tidak serius. (As’ad, 1998).

Sejalan dengan hal di atas Robbins (2001) juga mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan, sedangkan seorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya itu. Oleh karena itu pihak perusahaan tidak boleh mengabaikan hal ini karena kepuasan kerja karyawan berdampak langsung pada kinerja karyawan yang tentu saja juga mempengaruhi

Produktivitas perusahaan. Selain itu selama hampir 50 tahun, para psikolog di bidang industri dan organisasi memiliki asumsi yang sama bahwa kepuasan kerja memberikan implikasi langsung pada kesuksesan organisasi.

Pada akhir tahun 1950-an Frederick Herzberg mengadakan wawancara kepada sekelompok karyawan untuk mengetahui apa yang membuat mereka puas dan tidak puas dengan pekerjaan mereka. Berdasarkan wawancara ini Herzberg mengembangkan teorinya yang menyatakan tentang dua faktor yang menentukan kepuasan kerja, yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Supervisi merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam faktor hygiene.

Faktor hygiene adalah faktor yang tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja tetapi dapat mengurangi ketidakpuasan kerja.

Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (1993), ia mengungkapkan bahwa perilaku atasan mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan.

Penelitian lebih lanjut mengenai perilaku atasan yang mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan dilakukan oleh Williams (Mardanov.dkk, 2007) yang mana ia menyebutkan bahwa alasan pertama karyawan meninggalkan perusahaan adalah karena mereka diperlakukan dengan buruk oleh atasan mereka.

Tepper (Mardanov.dkk, 2007) mengungkapkan bahwa karyawan yang bertahan di pekerjaannya dengan atasan yang memperlakukan mereka dengan buruk memiliki tingkat kepuasan yang rendah, komitmen yang rendah, konflik antara pekerjaan dan keluarga mereka serta tingkat stress yang tinggi.

Atasan  yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon ketika disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kurang loyal dan kurang kepercayaan pada atasan tersebut. Para atasan dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai mitra kerja, menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman.

Oleh karena itu, kepuasan terhadap atasan adalah hal yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan secara keseluruhan (Mardanov, dkk., 2007).

Kepuasan terhadap atasan merupakan salah satu konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan, atau supervisor dan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,dkk., (2007) menyebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara atasan dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu tingkat kepuasan

Terhadap atasan sangat tergantung pada kualitas hubungan yang terbentuk antara atasan dengan karyawan di PT Industri Telekomunikasi Indonesia.

B.PERUMUSAN MASALAH
Hal-hal yang telah diuraikan di atas merupakan sedikit gambaran tentang desain gaya kepemimpinan mempengaruhi kinerja karyawan. Setelah meninjau uraian di atas maka dapat dirumuskan :

1.Problem statement
Apakah terdapat pengaruh kualitas hubungan antara atasan dengan bawahan  (LMX) guna meningkatkan kinerja karyawan?

2.Problem question

Masalah tersebut dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a.       Bagaimana hubungan antara atasan dengan bawahan  (LMX) dan kinerja karyawan PT Industri Telekomunikasi Indonesia ?

b.      Seberapa besar pengaruh hubungan antara atasan dengan bawahan  (LMX) dan kinerja karyawan PT Industri Telekomunikasi Indonesia?

C.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan ditinjau dari kualitas hubungan atasan dengan bawahan (LMX).

D.KEGUNAAN PENELITIAN

1.Manfaat akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai ilmu psikologi khususnya di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia terutama tentang tingkat kinerja terhadap hubungan bawahan dan atasan.
2.Manfaat Praktis
a.       Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam teori Leader Member exchange (LMX), motivasi, dan kinerja karyawan.

b.      Merupakan sarana untuk mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan terhadap masalah-masalah yang sesungguhnya dihadapi perusahaan.

c.       Memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan dalam pembuatan penilaian kinerja karyawan.
E.PENELITIAN YANG RELEVAN
Arsintadiani dan Harsono Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Dengan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderator” dipublikasikan (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2002)
Estuning Ristaniar dan Kristiana Haryanti Komitmen Organisasi ditinjau dari Kepuasan Kerja  dan Kualitas Hubungan Atasan–Bawahan (Q-LMX)”  dipublikasikan (Bandung, Universitas Padjajaran, 2002)

F.KERANGKA BERFIKIR
1.      LANDASAN TEORI
a.       Pengertian Leader Member Exchange

Menurut Robbins (2007, p. 368) “akibat dari tekanan waktu, pemimpin menetapkan bahwa adanya sebuah hubungan khusus dengan suatu group yang terdiri dari beberapa pengikutnya.Group ini dibagi menjadi dua,pertama disebut dengan in group,yang terdiri dari orang-orang yang dipercaya dan mendapat ketidakseimbangan dalam hal ini perhatian dari seorang leader dan cenderung mendapatkan hak-hak khusus.Yang kedua disebut dengan out group. Mereka mendapat sedikit dari waktu yang diberikan oleh leadernya,sedikit kontrol yang diberikan oleh leader dalam hal pemberian penghargaan, dan hubungan leader dengan out group berdasarkan pada hubungan wewenang yang formal. Agar hubungan leader member exchange tetap utuh,pemimpin dan pengikutnya harus saling mengerti bagaimana cara membina hubungan yang baik.” Pengertian leader member exchange (LMX) sebagaimana pendapat Morrow, et al (2005, p. 682) bahwa “leader member exchange merupakan peningkatan kualitas hubungan antara supervisi dengan karyawan akan mampu meningkatkan kerja keduanya. Namun realitasnya, hubungan antara karyawan dan supervisi dapat dikelompokkan pada dua hubungan yaitu hubungan yang baik dan hubungan yang buruk. Hubungan yang baik akan menciptakan kepercayaan karyawan, sikap positif, dan loyalitas, namun hubungan yang buruk berpengaruh sebaliknya.”

Pengertian leader member exchange menurut Organ (1998) sebagaimana dikutip oleh Bhal (2006, p. 107) bahwa “perilaku karyawan terhadap perusahaan mempunyai peran penting terhadap keberhasilan sebuah organisasi. Perlakuanyang baik terhadap karyawan akan mampu menciptakan perasaan suka rela pada diri karyawan untuk bisa berkorban bagi perusahaan. Selain itu, melalui perlakuan khusus yang positif akan mampu meningkatkan kontribusi karyawan pada perusahaan dimana karyawan bekerja.”

Truckenbrodt (2000, p. 233) menyatakan bahwa “leader member exchange difokuskan pada penilaian terhadap hubungan dan interaksi antara supervisor (atasan) dan bawahan. Tingkat kedekatan dari hubungan antara pimpinan dan bawahan ini yang menunjukkan adanya indikasi dari leader member exchange di perusahaan.”

Dalam sebuah organisasi, dimungkinkan terdapat hubungan yang berbeda antara pimpinan dengan karyawan yang menjadi anak buahnya. Tingkat kedekatan hubungan ini biasa disebut dengan leader member exchange. Menurut Welliam (2003, p. 1), “teori leader member exchange menempatkan konsep hubungan sebagai dasar penilaian terjadinya leader member exchange. Dalam lingkungan organisasi, maka leader member exchange ini mengarah pada hubungan antara pimpinan dengan karyawan yang menjadi pengikut pimpinan.” Graen and Scandura (1987) sebagaimana dikutip oleh Truckenbrodt (2000, p. 234) menyatakan bahwa “dalam sebuah organisasi dilihat dari hubungan dan interaksi antara atasan dan bawahan, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu in group dan out group. Perbedaan antara dua kelompok ini adalah tingkat kedekatan hubungan dan interaksi antara pimpinan dan bawahan. Karyawan yang memiliki hubungan dan interaksi yang tinggi antara pimpinan dan bawahan masuk dalam kelompok in group dan di luar kelompok in group adalah kelompok out group.” Menurut Graen and Cashman (1975) sebagaimana dikutip oleh Truckenbrodt (2000, p. 234), “tingkat interaksi antara pimpinan dan bawahan dalam sebuah organisasi tidak bisa terstandarisasi untuk semua karyawan karena keterbatasan waktu pimpinan bersama karyawan dan keterbatasan sumberdaya perusahaan. Keterbatasan sumberdaya ini lebih mengarah pada keterbatasan kapabilitas (kemampuan) setiap karyawan dalm bekerja sehingga apresasi yang diberikan pimpinan kepada karyawan juga dimungkinkan berbeda.”

Menurut Leonard (2002, p.1), bahwa “pemahaman terhadap leader member exchange tidak hanya pada ikatan fisik, dimana bawahan harus selalu mengikuti instruksi atasan, namun lebih dalam lagi yaitu ikatan interaksi antara karyawan dan pimpinan. Ikatan interaksi ini menyangkut pada ikatan emosional antara karyawan dan pimpinan.”
b.      Pengertian Kinerja Karyawan

Hani Handoko (2002) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja oleh beberapa pakar yang dikutip oleh Bambang Guritno dan Waridin (2005).

Menurut Winardi (1992) kinerja merupakan konsep yang bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

Menurut Gomes (2000) kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu.

Dessler (1997) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih tinggi lagi. Menurut Dessler, penilaian kerja terdiri dari tiga langkah, pertama mendifinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat dengan tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua, menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual atasan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian. Ketiga, sesi umpan balik berarti kinerja dan kemajuan atasan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.

Marihot Tua Efendi (2002) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab yang diberian kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan. Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya.

Sopiah (2008) menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptaka kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik. Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang. Sedangkan kinerja karyawan menurut Henry Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:

                                                 I.            Tujuan

Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel.

                                              II.            Ukuran

Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting.
                                           III.            Penilaian

Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Rita Swietenia (2009) manfaat kinerja pegawai antara lain adalah untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target atau sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan.

Adapun indikator kinerja karyawan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut :

                                                 I.            Mampu meningkatkan target pekerjaan

                                              II.            Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu

                                           III.            Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan

                                           IV.            Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan

                                              V.            Mampu maminimalkan kesalahan pekerjaan
c.       Hubungan Leader Member Exchange Dengan Kinerja Karyawan

Leader Member Exchange merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Tingginya perhatian atasan terhadap pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan akan membuat karyawan merasa di hargai sehingga menstimulus kinerjanya. Perbedaan kinerja akan timbul pada saat karyawan merasa berada dalam posisi in-group atau out-group, ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan karena perbedaan itu akan membuat karyawan yag berada pada posisi in-group memiliki kinerja yang bagus karena memiliki pengakuan dan penghargaan dari atasannya. Sedangkan karyawan yang berada pada posisi out-group akan memiliki kinerja yang rendah karena tidak memiliki kedekantan dan perhatian dari atasannya. Hal ini akan sangat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi. Jika kinerjanya kurang di hargai maka tingkat komitmen karyawan terhadap organisasi akan rendah, sebaliknya jika kinerjanya di hargai maka tingkat komitmen karyawan terhadap organisasi akan tinggi dan tentunya akan mengutungkan organisasi.

Adanya affect yang terjalin antara atasan dengan bawahan secara dekat akan membuat bawahan merasa diperhatikan dan memilih bertahan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki keterdekatan dengan atasan atau sebaliknya akan melakukan hal-hal  yang saling mendukung dan saling percaya yang pada ahkirnya akan membentuk loyalty dimana akan muncul perasaan saling merasa memiliki satu dengan yang lain. Sulitnya tugas dan tanggung jawab yang diberikan pada bawahan dan tuntutan bahwa bawahan akan melakukan sesuai dengan yang diinginkan membuat contribution sebagai dimensi yang paling berdampak besar. Atasan harus memberikan dukungan penuh pada bawahannya agar memiliki rasa percaya diri pada kemampuannya sendiri untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, hal ini akan membuat bawahan memiliki komitmen terhadap organisasi. Kualitas relasi atasan-bawahan juga tercermin dari sikap saling menghormati dan saling menghargai satu dengan yang lain. Situsi ini akan membuat karyawan merasa nyaman bekerja dan memiliki komitmen yang tinggi dengan kinerj yang bagus.
2.      PARADIGMA PENELITIAN
LEADER MEMBER EXCHANGE > PERFORMANCE



 




G.    HIPOTESIS

Berdasarkan paradigma di atas, maka dapat ditaik hipotesis yaitu ada pengaruh yang signifikan dari model kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) terhadap kinerja karyawan, dimana karyawan yang menepati posisi in-group akan memiliki kinerja yang bagus sedangkan karyawan yang berada pada posisi out-group cenderung akan memiliki kinerja yang rendah.

H.    LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

1.      JENIS PENELITIAN

Jenis penelitia ini adalah eksplanatoris, artinya menghubungka 2 variabel. Yakni kinerja karyawan dihubungkan dengan Leader Member Exchange.

·         Variabel bebasnya adalah kinerja karyawan dengan notasi statistik “X”

·         Variabel terikatnya adalah Leader Member Exchange dengan notasi statistik “Y”



2.      SUMBER DATA

Sumber data di peroleh dari karyawan PT Industri Telekomunikasi Indonesia dari populasi 2000 orang dengan sample 50 orang.



3.      JENIS DATA

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah berupa data yang kuantitatif dan kualitatif yang secara di dapat langsung diperoleh dari sumber utama dan diolah sendiri oleh peneliti. Dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung dari karyawan PT Industri Telekomunikasi Indonesia adalah hasil kuisioner tertutup.



4.      TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah melalui metode kuisioner tertutup yang sifat jawaban dalam pertanyaannya sudah ditentukan sehingga narasumber tinggal memilih jawaban yang sudah tersedia.



5.      ANALISIS PENGUMPULAN DATA

Analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan SPSS Windows versi 1.

Minggu, 08 April 2012

MANAJEMEN STRATEJIK


MATERI TAMBAHAN BUAT UTS MANAJEMEN STRATEJIK
EXTERNAL ENVIRONMENT
1.       Remote Environment : Ekonomi, sosial, politik, tekhnologi, ekologi
2.       Industry Environment : Newcomer, kekuatan pemasok & pembeli, barang substitusi, persaingan kompetitif
3.       Operating Environment : Kreditor, konsumen, pemasok, kompetitor

ð  Remote Environment bisa juga digunakan untuk melihat/menilai lingkungan internasional pada suatu perusahaan apabila akan melakukan ekspansi bisnis ke luar negeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Remote Environment:
v  Faktor lingkungan ekonomi
§  Pertumbuhan ekonomi
§  Populasi
§  National Domestic Bruto
§  Pendapatan per kapita
§  Sumber daya alam
§  Keanggotaan dalam kelompok ekonomi regional (CAFTA, AFTA)
§  Kebijakan moneter & fiskal
§  Tingkat gaji & upah
§  Kemudahan konversi mata uang
§  Tingkat suku bunga yang berlaku
v  Faktor lingkungan hukum
§  Tradisi lingkungan hukum yang berlaku
§  Efekifitas hukum
§  Perjanjian dengan negara-negara asing(perjanjian extradisi)
§  UU perlindungan paten (HAKI)
§  UU tentang bisnis
v  Faktor sistem politik
§  Bentuk pemerintahan
§  Ideologi politik
§  Stabilitas pemerintahan
§  Kekuatan partai & kelompok oposisi
§  Kerusuhan sosial
§  Kekacauan politik & pemberontakan
§  Sikap pemerintah terhadap perusahaan asing
§  Kebijakan luar negeri
v  Faktor lingkungan budaya
§  Norma
§  Nilai
§  Kepercayaan
§  Bahasa
§  Perilaku
§  Institusi sosial
§  Motivasi
§  Simbol status
§  Kepercayaan agama
ð  Industry Environment terkenal melalui buku yang di tulis Michael E. Porter “five Force shape Strategy”
v  Faktor-faktor penentu masuknya pendatang baru
§  Skala ekonomi
§  Perbedaan produk
§  Identitas merk
§  Biaya tukar produk
§  Persyaratan modal
§  Akses distribusi
§  Keunggulan biaya absolute
§  Kurva kepemilikan
§  Kebijakan pemerintah
§  Antisipasi tindakan balasan
v  Faktor-faktor penentu kekuatan pemasok
§  Diferensiasi input
§  Biaya tukar dari pemasok
§  Kehadiran input substitusi
§  Konsentrasi pemasok
§  Pentingnya volume bagi pemasok
§  Biaya relatif
§  Dampak input terhadap biaya
§  Ancaman dari integrasi ke hilir relatif terhadap intergrasi ke hulu oleh perusahaan
v  Faktor-faktor penentu persaingan
§  Pertumbuhan industri
§  Nilai tambah/biaya tetap
§  Kelebihan kapasitas sementara
§  Perbedaan produk
§  Identitas merk
§  Biaya tukar produk
§  Konsentrasi dan keseimbangan
§  Kerumitan informasi
§  Keragaman persaingan
§  Kepentingan perusahaan
§  Hambatan untuk keluar
v  Faktor-faktor penentu kekuatan pembeli
Ø  Kekuatan pembeli
§  Konsentrasi pembeli vs konsentrasi perusahaan
§  Volume pembeli
§  Biaya pembeli Untuk menukar produk relatif
§  Informasi pembeli
§  Kemampuan melakukan integrasi ke hulu
§  Produk substitusi
§  Pull through
Ø  Sensitivitas harga
§  Harta/total pembelian
§  Perbedaan produk
§  Identitas merk
§  Dampak terhadap kualitas merk kinerja
§  Laba pembeli
§  Insentif pengambilan keputusan
v  Faktor-faktor penentu ancaman substitusi
§  Kinerja harga relatif dari produk substitusi
§  Biaya menukar produk
§  Kecenderungan pembeli terhadap produk substitusi

ð  Operating Environment (BELUM DI JELASKAN)